Reporter : Ponirin Mika
Probolinggo.HarianJatim.Com – Wakil Ketua Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Koordinator Bidang Pendidikan Aswaja LP Ma’arif NU Kabupaten Malang, KH. Faris Khoirul Anam, LC, M.H.I mengajak pengurus MWCNU Paiton agar bersama-sama menyampaikan pada khalayak bahwa NU buah perpaduan unsur besar yaitu keaswajaan dan keindonesiaan. Ahad (21/05/23) di Aula AUTADA Pondok Pesantren Nurul Qodim Kalikajar Paiton Probolinggo.
“NU itu perpaduan besar antara keaswajaan dan keindonesiaan. Ini merupakan perpaduan besar yang sangat ideal,” katanya.
Banyaknya orang yang mengatakan bahwa aswaja merupakan warisan jahiliyah. Pernyataan ini sungguh tidak mendasar dan sangat menyakitkan.
Penulis buku fikih media sosial dan jurnalistik ini menegaskan, Wali songo datang ke Indonesia bukan di negara Indonesia tidak ada manusianya. Tapi sudah ada manusia yang memiliki budaya.
“Wali songo datang dengan mendakwahkan Islam dengan mengakomodir budaya setempat,” imbuhnya.
Pesantren sebagai NU kecil dan NU sebagai pesantren besar telah mampu menjaga nilai-nilai Aswaja dari berbagai tuduhan-tuduhan orang.
Ia juga menjelaskan bahwa ada hukum ada adab dan ada hukum ada fatwa. Kiai Faris menyampaikan pentingnya menjaga adab agar selamat dari amukan massa.
“Jangan karena ada yang salah pada bacaan Alquran kemudian menyalahkan dengan cara yang tidak baik. Itu kurang baik,” tegasnya.
Selanjutnya, Kiai Faris mengatakan bahwa ada hukum dan ada fatwa. Dengan tegas ia menegaskan fatwa itu harus kontekstual.
“Fatwa itu harus kontekstual dan melihat pada mustafti,” imbuhnya.
Kiai Faris juga menegaskan dalam berbangsa ada konteks ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah dan Basyariah.
“Kita harus menghargai orang yang berbeda keyakinan dengan kita,” pintanya.
Pada prinsipnya NU itu harus menghargai kepada siapapun. Ia berpesan agar pengurus MWCNU Paiton yang baru dilantik agar berjuang untuk mendapatkan barokah para muassis NU.