Dinamika Krisis dalam Industri Tekstil Indonesia

  • Bagikan

Oleh: Andhika Wahyudiono*

INDUSTRI tekstil di Indonesia menghadapi tantangan serius yang semakin memburuk, ditandai dengan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda sejumlah perusahaan. Data terbaru mencatat bahwa sejak awal tahun 2024, lebih dari 13.800 pekerja telah terdampak PHK di sektor ini. Penutupan pabrik dan efisiensi operasional menjadi penyebab utama di balik gelombang PHK ini. Perusahaan-perusahaan seperti PT S Dupantex, PT Alenatex, dan PT Pamor Spinning Mills termasuk di antara yang terkena dampaknya.

banner 336x280 banner 336x280

PHK tersebut tidak hanya mencerminkan krisis sementara, tetapi juga mengisyaratkan tantangan struktural yang lebih dalam dalam industri tekstil Indonesia. Faktor utama di balik krisis ini adalah berkurangnya order atau bahkan hilangnya order secara keseluruhan, baik dari pasar ekspor maupun lokal. Persaingan dengan produk impor, terutama tekstil ilegal, yang harganya lebih murah menjadi masalah yang semakin memperburuk kondisi industri ini.

Pada era pandemi COVID-19, industri tekstil sudah terdampak signifikan dengan gelombang PHK yang tidak terhindarkan. Namun, masalah ini tidak hanya terbatas pada pandemi saja. Permasalahan struktural seperti rendahnya daya saing produk domestik menjadi salah satu penyebab utama krisis ini. Biaya produksi yang tinggi, keterbatasan kapasitas mesin produksi, serta ketergantungan pada impor bahan baku yang mahal semakin memperburuk situasi.

Menurut Esther Sri Astuti dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef), daya saing rendah produk Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor krusial. Salah satunya adalah kebijakan impor yang tidak selaras dengan kebutuhan untuk melindungi industri dalam negeri. Kebijakan impor yang lemah dan kurangnya penegakan hukum terhadap impor ilegal menjadi tantangan serius bagi upaya peningkatan daya saing industri tekstil domestik.

Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, menghadapi sorotan karena kebijakan impor yang dinilai tidak mendukung industri tekstil dalam negeri. Permendag 8 Tahun 2024, yang mengatur kebijakan impor, masih menetapkan syarat Pertimbangan Teknis (Pertek) untuk sektor tekstil, sementara beberapa sektor lain telah dibebaskan dari syarat ini. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian kebijakan yang mempengaruhi daya saing industri tekstil di dalam negeri.

Di samping itu, industri tekstil juga dihadapkan pada masalah tingginya tingkat impor ilegal yang sulit ditangani oleh pemerintah. Ristadi dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyoroti kurangnya serius pemerintah dalam menangani masalah ini, yang berdampak langsung pada keberlangsungan industri dalam negeri dan pekerja-pekerjanya.

Solusi untuk mengatasi krisis ini memerlukan pendekatan yang komprehensif. Penegakan hukum yang lebih tegas terhadap praktik impor ilegal, revisi kebijakan impor yang mendukung industri dalam negeri, serta upaya untuk meningkatkan daya saing produk domestik perlu segera dilakukan. Selain itu, kerjasama antarlembaga pemerintah dalam menyusun kebijakan yang terintegrasi dan saling mendukung menjadi krusial dalam menanggapi krisis ini.

Krisis yang dihadapi oleh industri tekstil Indonesia merupakan sebuah tantangan kompleks yang mempengaruhi berbagai aspek dalam ekonomi dan sosial. Salah satu hambatan utama adalah adanya persaingan yang ketat dengan produk tekstil impor, terutama yang masuk secara ilegal ke dalam pasar domestik. Produk tekstil impor sering kali lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri karena biaya produksi yang lebih rendah di negara asalnya serta kemudahan dalam distribusi melalui jalur yang tidak resmi. Hal ini membuat produk impor lebih menarik bagi konsumen di Indonesia, sehingga industri tekstil dalam negeri kesulitan bersaing dalam hal harga.

Selain itu, kebijakan impor yang tidak konsisten dan kurangnya penegakan hukum terhadap impor ilegal menjadi tantangan serius bagi industri tekstil domestik. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan regulasi terkait impor, seperti Permendag 8 Tahun 2024, kebijakan tersebut masih belum mampu sepenuhnya melindungi industri dalam negeri dari dampak buruk produk impor ilegal. Proses perizinan impor yang rumit dan birokratis sering kali memperlambat respons terhadap perubahan pasar yang dinamis, sehingga produsen dalam negeri sulit untuk menyesuaikan diri dengan cepat.

Di samping itu, masalah internal seperti biaya produksi yang tinggi juga menjadi hambatan signifikan. Industri tekstil membutuhkan investasi besar dalam peralatan dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk. Namun, biaya investasi yang tinggi ini sering kali sulit dijangkau oleh perusahaan tekstil skala kecil dan menengah di Indonesia. Selain itu, keterbatasan dalam akses terhadap bahan baku yang berkualitas juga menjadi kendala, karena sebagian besar bahan baku harus diimpor dengan harga yang mahal, yang pada akhirnya meningkatkan biaya produksi secara keseluruhan.

Aspek ketenagakerjaan juga menjadi tantangan dalam industri tekstil. PHK massal yang terjadi di sektor ini tidak hanya berdampak pada keberlangsungan perusahaan, tetapi juga mengancam kesejahteraan ribuan pekerja. Persoalan ini memerlukan pendekatan yang sensitif dan kebijakan yang bijaksana dari pemerintah untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja terlindungi dan mereka memiliki jaminan sosial yang memadai dalam menghadapi kondisi sulit seperti PHK.

Solusi jangka panjang untuk mengatasi tantangan ini haruslah komprehensif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah perlu mengadopsi kebijakan yang mendukung perlindungan terhadap industri tekstil dalam negeri, baik melalui regulasi yang lebih ketat terhadap impor ilegal maupun insentif untuk meningkatkan investasi dalam industri ini. Penguatan infrastruktur untuk mendukung produksi tekstil, seperti peningkatan akses terhadap sumber daya energi yang murah dan efisien serta pengembangan teknologi manufaktur yang modern, juga menjadi bagian integral dari solusi jangka panjang.

Kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat sipil dalam merancang kebijakan serta meningkatkan kapasitas industri tekstil dalam negeri juga sangat penting. Pendidikan dan pelatihan untuk tenaga kerja industri tekstil perlu ditingkatkan agar dapat memenuhi tuntutan pasar yang semakin kompleks dan berubah-ubah. Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif seperti ini, Indonesia dapat membangun kembali industri tekstil sebagai salah satu pilar ekonomi yang kuat dan berkelanjutan, yang memberikan manfaat langsung bagi pertumbuhan ekonomi nasional serta kesejahteraan masyarakatnya.

*) Dosen UNTAG Banyuwangi

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 336x280
Verified by MonsterInsights