oleh Dr. Kenius Kogoya, S.P., M.Si
Papua bukan sekadar sebuah wilayah di ujung timur Nusantara, tetapi cerminan sejati keberagaman Indonesia. Alamnya yang memukau: hutan lebat, gunung menjulang, lembah dan sungai yang berliku, serta lautan biru yang mempesona adalah lukisan agung karya Ilahi. Di tanah ini, beragam suku, bahasa, dan agama tumbuh berdampingan. Toleransi dan kedamaian menjadi napas hidup sehari-hari, menegaskan makna Bhinneka Tunggal Ika di Negeri Matahari Terbit.
Siapa MARI-YO..?
MARI-YO adalah singkatan dari pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua: Matius Fakhiri dan Aryoko Rumaropen. Nama itu menjadi simbol harapan dan kekuatan baru, dicanangkan oleh Tim Pemenangan untuk mengangkat kedua tokoh ini dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Papua tanggal 6 Agustus 2025.
Matius Fakhiri lahir dari keluarga multikultural Papua—ibunda dari Inanwatan Sorong selatan, Papua Barat Daya dan ayahnya berasal dari suku Aywu Mapi Papua Selatan. Masa kecilnya ditempa di Lembah Balim, mengikuti jejak sang ayah yang seorang Wakapolres sekaligus anggota legislatif.
Berkarir gemilang sebagai abdi negara. Matius menutup perjalanan dinasnya sebagai Kepala Kepolisian Daerah Papua, seorang jenderal bintang tiga yang menjaga Papua tetap aman dan damai, bahkan saat terjadi pemekaran wilayah (DOB). Kini, di masa purnabakti, ia mendedikasikan hidupnya sepenuhnya untuk Papua.
Sementara itu, Aryoko A.F. Rumaropen, Magister Perencanaan Wilayah dan Kota lulusan UGM (2007) dan Doktor Ilmu Sosial Uncen (2021), merupakan tokoh birokrat berpengalaman. Pernah menjadi Kepala BPSDM mendampingi Gubernur (Alm.) Lukas Enembe selama dua periode, Aryoko dikenal sebagai pelopor program beasiswa bagi putra-putri Papua, baik dalam maupun luar negeri.
Kedua figur ini memiliki rekam jejak integritas dan kepedulian, menjadikan mereka pondasi kokoh untuk membawa Papua menuju perubahan yang berarti.
Papua Pasca DOB: Tantangan dan Harapan
Pemekaran wilayah (DOB) yang semula diniatkan sebagai solusi pemerataan pembangunan dan percepatan pelayanan, justru menimbulkan tantangan baru. Beban pembiayaan meningkat drastis: dari APBD sebesar 17 triliun, kini menyusut tajam menjadi 2,4 triliun rupiah. Jumlah pegawai yang mencapai 9.000 orang tidak sebanding dengan anggaran, sehingga pelayanan publik, kesehatan, pendidikan, sosial, dan ekonomi nyaris stagnan. Ditambah lagi, pelaksanaan PSU di seluruh kabupaten dan kotamadya menguras energi dan keuangan daerah, memperparah kondisi pelayanan publik.
Dalam situasi sulit ini, rakyat Papua membutuhkan pemimpin yang tidak hanya berpengalaman, tapi juga memiliki trust dan relasi yang baik dengan pemerintah pusat. Pilihan yang keliru akan membawa beban penderitaan lima tahun ke depan. Papua butuh perubahan, tapi yang paling penting adalah keamanan dan kedamaian sebagai fondasi utama segala kemajuan.
MARI-YO: Harapan Baru Papua untuk Semua
Seorang gubernur adalah representasi negara, melayani seluruh warga tanpa memandang suku, agama, atau kelompok. Keberagaman adalah kekuatan, bukan sumber perpecahan. Fenomena politisasi agama yang kian menguat harus diwaspadai agar tidak mengikis keharmonisan Papua. Contohlah Maluku Utara: walaupun mayoritas Muslim, kepemimpinan seorang Nasrani, Ibu Sherly Djuanda Laos, membawa perubahan nyata dalam 100 hari kerja, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan ekonomi rakyat mengalami lonjakan signifikan.
Dari sini kita belajar, kualitas kepemimpinan sejati diukur bukan dari asal usul, tetapi integritas, kerja nyata, dan keberpihakan pada rakyat. Tuhan dapat memakai siapa saja untuk membawa kebaikan bagi tanah Papua.
Papua Butuh Pemimpin yang Penuh Kasih
Papua tidak butuh figur yang sibuk menjaga loyalis, melainkan pemimpin yang bekerja dengan hati, menjadi teladan, ayah bagi semua, dan menabur kasih tanpa batas. Sudah saatnya rakyat Papua menuntut lebih dari sekedar nama besar dan janji emas. Perubahan nyata hanya mungkin terjadi jika fondasi kepemimpinan dibangun atas dasar kasih, keadilan, dan keberanian mengambil keputusan bagi masa depan seluruh rakyat.
Salam Hati Nurani untuk Papua
Mari renungkan, mohonkan nikmat Tuhan, agar tidak salah memilih. Masa depan Papua ada ditangan orang-orang yang berhati tulus dan berkomitmen membangun Papua lebih baik. Jangan pertaruhkan harapan hanya pada retorika, tapi pilihlah pemimpin yang terbukti bekerja, membawa kesejahteraan, dan menanamkan perdamaian sejati di tanah Cendrawasih.
*Penulis adalah Ketua DPD Partai Hanura Provinsi Papua