
Susi Pudjiastuti, Mantan Kementrian Kelautan dan Perikanan era Jokowi-JK, dengan panggilan akrabnya Ibu Sus.
Hari ini, Ibu Sus tidak lagi berada di pusaran birokratis Pak Jokowi. Ibu Sus juga sudah berhenti mengebom kapal asing—yang masuk tanpa pamit. Namun Ibu Sus akan tetap hangat mengajak siapapun untuk rajin makan ikan. Ibu Sus memang begitu dingin dihadapan asing, tapi hangat untuk penduduk pesisir.
Ibu Sus (kembali) membentuk algoritma HAM untuk, dari, dan oleh penduduk sekitar laut. Siapa? Semua rakyat Indonesia. Tanpa terkecuali, karena kita berada di Negara Maritim!
Saya menjadikan Ibu Sus sebagai pengantar belaka, tanpa tendensi politis, atau mencoreng nama baik Kementrian Kelautan dan Perikanan yang baru. Disini, saya hanya akan menjelaskan berita penting soal ABK Indonesia di China.
Media Munhwa Broadcasting Corporation (MBC), menyebutkan bahwa terjadi perbudakan ABK Indonesia. ABK hanya diberi minum air laut dan bekerja 30 jam non stop. Dan ada 3 jasad ABK yang tewas diduga akibat kelelahan, dibuang ke laut lepas. Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan Pemerintah kita?
Seyogyanya, Kementrian Kelautan dan Perikanan mengamalkan dengan baik perintah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan. Ditambah pula ratifikasi Konvensi ILO 188 soal Pekerja Perikanan.
Pemerintah dalam hal ini mengalami fase eksklusi dalam menyikapi kasus-kasus HAM, khususnya yang menimpa langsung rakyat Indonesia. Begitu juga dengan aturan di laut, suatu daerah yang rentan mengalami represi namun jarang mendapat sorotan. ABK Indonesia di China adalah bukti kelalaian pemerintah untuk tegas dan konsisten melindungi WNI yang berada di luar.
Mestinya pemerintah membentuk formasi bersama KPP, Kementrian Tenaga Kerja, Kementrian Perhubungan, dan badan yang melindungi TKI. Berikrar setia melakukan konsolidasi dalam melaksanakan prinsip hukum, serta tidak kerdil berurusan dengan negara asing.
Bulan Mei 2019 lalu, memberikan ingatan kolektif, betapa Ibu Sus memilih jalur tegas, dari pada negosiasi. Trayek Ibu Sus sebenarnya adalah mencoba ketegasan IUU Fishing, yang berpotensi merusak ekosistem laut, ketika penangkapan illegal tidak dilaporkan, salah satunya.
Apa yang terjadi pada kinerja Ibu Sus, bagi saya adalah sebuah pengharapan dari rumah-rumah kecil pinggir pantai. Suatu bentuk empati terhadap mereka yang menggantungkan hidup dari pencaharian nafkah di laut. Dan bentuk ketegasan untuk Kemenetrian Kelautan dan Perikanan periode Jokowi-Ma’ruf. Selain nyawa yang tidak bisa dibeli, Pemerintah tidak boleh abai terhadap Hak rakyat yang harus dipenuhi.
Ibu Sus mungkin tidak akan kembali menjadi sentral preman laut Indonesia. Tapi, apa salahnya kalau pemerintah mendorong praktik yang lebih semangat mengusir kapal asing, ketimbang menyerahkan semua kekayaan hayati secara cuma-cuma ke luar negeri? Termasuk melindungi ABK Indonesia yang diperlakukan non-manusiawi oleh China.
Penulis: Ahmad Deni Rofiqi