Oleh : Ponirin Mika*
Beberapa hari ini publik diramaikan dengan video viral seorang Hadfana Firdaus. Dalam video itu, ia menendang sesajen yang ditaruh oleh seseorang yang identitasnya tidak diketahui. Video yang berdurasi 30 detik itu menjadi viral dan mendapatkan tanggapan yang beragam.
Prilaku Hadfana ini mendapatkan respon dari Bupati Lumajang yaitu Thoriqul Haq. Bupati Thoriq meminta pihak kepolisian untuk menangkap pelaku dan memproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Ditengarahi Hadfana salah seorang yang melakukan bakti sosial akibat kecelakaan alam yaitu erupsi semeru yang terjadi di Lumajang. Ia tidak sendirian, namun ditemani beberapa orang lainnya.
Seorang Hadfana tidak hanya memantik emosi masyarakat Lumajang akan tetapi nyaris seluruh masyarakat Indonesia tidak menyukai terhadap sikap arogan yang ia tunjukkan. Budaya Indonesia sangat kental dengan nilai toleransinya dengan semangat menjunjung tinggi persamaan daripada perbedaan, perdamaian daripada permusuhan. Menghargai sebuah keyakinan yang dimiliki oleh anak manusia sebuah keniscayaan. Jikalau sikap intoleransi itu terpupuk dan terwujud dalam umpatan dan sikap dari seseorang untuk orang lain, maka akan berakibat pada ketidaknyamanan dan pada akhirnya akan mengakibatkan permusuhan.
Barangkali Hadfana memiliki niat yang baik agar tidak ada seorangpun yang meminta pertolongan selain kepada Tuhan Yang Maha Esa. Itu baik, tapia da yang dilupakan oleh seorang Hadfana ialah bahwa dalam berdakwah untuk menyambaikan kebaikan harus melalui kebaikan pula, bukan sebaliknya. Berdakwah dengan tidak memperhatikan etika, sopan santun dan menghargai antar sesame anak bangsa dan anak yang sama-sama beragama sebuah tindakan yang kurang terpuji.
Dalam semboyan arab mengatakan bahwa methode itu lebih baik daripada materi. Artinya begitu pentingnya menjaga sikap, tutur kata dan tindakan dalam melaksanakan perbuatan apapun termasuk dalam menyampaikan dakwah. Soal sesajen itu perbuatan syirik ini masih perlu diperbincakangkan, sebab dalam menghukumi sesuatu perlu banyak sisi yang harus dilihat. Dan dalam tulisan ini penulis tidak akan menjelaskan berkait hukum sesasjen dalam pandangan fiqh.
Sesajen dan Toleransi
Pro dan kontra berkait diperbolehkannya sesajen itu telah menjadi perdebatan. Sesajen itu salah satu upacara, ritual keagamaan seperti menaruk bunga, sajian, dupa yang dilakukan oleh seseorang secara simbolis dengan tujuan berkomunikasi dengan kekuatan gaib. Praktik bisa dilakukan oleh siapapun dan beragama apapun.
Namun praktik ini dianggap aneh ketika dihadapkan dengan modernisasi dan globalisasi. Padahal banyaknya kebudayaan-kebudayaan yang ada di pulau jawa tidak terlepas dari unsur-unsur spritualitas, salah satunya dari unsur spritualitas yang kental yaitu kepercayaan-kepercayaan akan mitos di dalamnya (Haniyaturroufah. 2013).
Budaya sesajaen menjadi salah satu akulturasi budaya Hindu-Islam. Kebudayaan ini menjadi salah satu identititas masyarakat local, dan ini menjadi akulturasi serta menjaga kearifan budaya local seluruh sistem kehidupan.
Suatu tradisi memiliki nilai yang sangat tinggi, keharmonisan, persaudaraan dan persatuan antar makhluk menjadi sangat terpelihara dengan damai.
Selanjutnya para leluhur menciptakan ritual sesajen merupakan pemikiran yang sangat jitu dan bermanfaat bagi kehidupan setiap masa. Simbol-simbol yang terkandung pada pelaksanaan ritrual termasuk sesajen harus menjadi pelajaran bagi setiap generasi. Karena di dalam sesajen itu mengandung nilai-nilai dan norma-norma pada setiap masyarakat yang mengerjakannya. Identitas ini sangat melekat dan menjadi ciri khas pada masyarakat tradisional. Dalam konsep self sosial menurut Baron dan Byne (2005) “Suatu identitas kolektif yang memiliki hubungan interpersonal dan aspek-aspek identitas yang dating dari keanggotaan pa da kelompok-kelompok yang lebih dan lebih tidak personal yang berdasarkan pada ras, etnis, dan budaya”. Sesajen itu merupakan akulturasi budaya yang masih terjaga di tengah-tengah masyarakat termasuk juga terjadi pada masyarakat Lumajang.
Maka dari itu karena sesajen merupakan identitas budaya , akulturasi dan kearifan lokal masyarakat tradisional di Indonesia tidak hanya di daerah tertentu, diantara daerah yang masih kental dengan budaya ini, ialah; Jawa, Bali, Jawa Barat dan tentu daerah-daerah lainnya. Dari itu sangat pantas apabila kita sama-sama saling menghargai satu sama lain, demi menjaga keberlangsungan menjalankan kehidupan yang harmonis, tertata dan saling berpelukan. Budaya toleransi yang juga menjadi salah satu ciri Nusantra harus tetap terpelihara, jangan sampai mengedepankan ego kita masing-masing, karena pada akhirnya pada setiap ilmu harus melahirkan kebijaksanaan.
*Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton. Probolinggo dan Anggota Community of Critical Social Research, Probolinggo.