Reporter: harianjatim
Ponorogo-harianjatim.com. Aksi damai pada Minggu sore di bawah Monumen Reog dan Museum Peradaban (MRMP) di Desa/Kecamatan Sampung ini dilakukan secara sukarela untuk mengecam pernyataan yang menyebut Monumen Reog sebagai berhala.
Para seniman asal Sampung yang tergabung dalam paguyupan Regol Wengker dalam aksinya mempertontonkan reog sambil memberikan orasi di sekitar monumen.
Mereka dengan tegas menolak label berhala yang dilekatkan pada Monumen Reog tersebut, dan menyatakan bahwa monumen tersebut adalah simbol budaya Ponorogo yang adiluhung.
“Assalamulaikum Luur… iki to sing jare dianggep jare berhala, bali kampung kok arep mbubrahi Monumen Reog Ponorogo sing ono ing Sampung. Baiyuh…Kok ono lakon koyo ngene. Simbol budoyo Ponorogo sing adlhung kok dianggep berhala,” orasi para seniman secara serentak.
Suyadi, salah satu seniman, secara tegas mengecam ucapan yang merendahkan monumen reog sebagai bangunan berhala.
“Intine kami mengecam dan menolak ucapan terkait Berhala yang ditujukan ke monumen reog,” terangnya.
Ia juga menyatakan penolakan atas sebutan berhala yang diarahkan pada monumen tersebut.
Secara tegas ia menyatakan bahwa monumen reog adalah simbol budaya Ponorogo bukan sesembahan.
“Monumen reog dibangun sebagai simbol budaya Ponorogo yang adiluhung, serta bakal mensejahterakan rakyat,” ungkapnya.
Menurut Suyadi, pernyataan tersebut sangat menyakitkan bagi para seniman yang peduli dengan warisan budaya Ponorogo.
Suyadi berharap agar aksi penolakan semacam ini tidak hanya dilakukan oleh paguyupan Regol Wengker. Tetapi juga melibatkan seluruh seniman untuk menegaskan pentingnya melestarikan reog sebagai warisan nenek moyang.
“Para seniman harus bergerak menyuarakan dan mengecam ucapan itu. Karena Monumen Reog bukanlah berhala, melainkan simbol budaya Ponorogo yang harus dijaga dengan baik,” tegasnya.
Diketahui kecaman terus di lakukan para seniman reog Ponorogo, Mulai dari paguyupan reog Margo Jati, Harimau Tenggara dan hari ini Regol Wengker dari Kecamatan Sampung.