Oleh : Gus Badawi*
“Dalam karate, fikiran dan tubuh seseorang dilatih dan dikembangkan sehingga menjadi manusia secara batiniah. ‘Rendah’ hati dan secara lahiriah ‘berprilaku lembut’ namun disaat terpaksa seorang karateka harus membela diri untuk kepentingan umum.
Sekali memutuskan untuk membela keadilan maka harus memiliki tekad yang kuat dan berani berkata walaupun harus menghadapi sejuta lawan, aku tetap akan maju” (By aleh Habsyi almakassari).
Masya Allah – Puji Tuhan, prinsip Karate seperti Tasawuf atau Abhidhamma Buddha atau Nilai Kasih Kristiani juga Nilai Tat Twam Asi “Kamu saya, saya kamu” atau Zen Buddhism khas Jepang seperti spirit Bushido dll. Salam – syalom – shaolin…..
Seperti Hermes, Sangkara, Kyai Semar, Krishna, Rama, Rumi, Buddha Maitrea, Avatar, atau seperti dikembangkan oleh Sunan Kalijogo, Raden Patah, Syekh Yusuf, Ronggowarsito, Mbah Kyai Saleh Darat guru RA Kartini, HOS Cokroaminoto, Kiageng Suryomentaram, Kihajar Dewantoro, Gus Dur dkk.
Bisa kah kita punya semangat kebangsaan yang menyala-nyala, mengembangkan tradisi “Tuhan YME menyatu dalam diri pribadi dengan personifikasi pada Kaisar/ Lembaga Republik”, membangun kesadaran sistem berfikir rasional dalam “Check & Balances” Sistem Kehidupan terutama dalam 3 Sistem Kekuasaan “Eksekutif, Legislatif, Yudikatif” dan segala sektor, dalam keselarasan yang prima seperti pada negara Jepang.
Prinsip-prinsip keselarasan tubuh- fikiran, dimensi lahir – batin, ‘manunggal kawulo/ klien/ Jagad Cilik/ mikrokosmos dan gusti/ patron/ Jagad Gede/ makrokosmos, rendah hati, lembut/ latif, ‘prinsip republik membela kepentingan kemaslahatan umum rakyat/ lembaga Kaisar’, ‘jalan Futuwah – Jagoan Ilahi melalui chalwat uzlah – yoga- meditasi- samadhi’, pandangan dunia/ ideologi ‘Jujur dan Adil’ dst-dst, sangat spiritual sejati dan universal.
Kita bisa mengambil prinsip- prinsipnya dari Jepang atau Iran, Malaysia, Turki, negeri Sufi “Maroko”, begitu pula Selandia Baru, negara- negara Skandinavia seperti Luxemburg, Eropa juga Rusia, Chechnya dkk, karena “bahan- bahan peradaban potensial yang laten dalam ‘lokal jenius’ tradisi suku-suku bangsa dan ‘agama-agama’ sangat melimpah serta bahan-bahan sejarah amat melimpah, masih berserakan belum digali dan dikonstruksikan dalam “road map” Indonesia ke depan (Prof Dr Yuwono Sudarsono).
Apalagi dalam gelimang “Sampah-sampah pada Got Peradaban materialis yang gelap gulita dan rendah, tanpa idealitas Anak- anak Terang Tuhan YME seperti Jepang”, bisa bangkit kepada Peradaban Unggul seperti pada Jepang? Jepang pun pernah terpuruk, tapi bangkit kembali dengan berkat Kaisar dan menjadi negara maju. Kita punya Bung Karno & Gus Dur yang Adikudrati namun tak terpahami kaum Awam pada eranya.
Setidaknya, bangsa surga ladang antropologi terbesar di dunia (Joselin De Jong), punya tradisi, sejarah dan peninggalan masa lalu yang gemilang makanya “Bung Karno & Founding Fathers” mendirikan Rumah Bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia, Rumah NKRI berikut “Landasan Idealitas Holistik yang Agung Adiluhung” yang harus diaktualkan – ejawantahkan oleh generasi berikutnya, namun masih kita sayangkan bangsa Indonesia (Putra-putra Terbaik Bangsa, para Sejati Nusantara) belum melaksanakan amanat dalam “Persatuan/ Ukhuwah/ Persaudaraan Kekeluargaan” dengan visi misi “Nasionalisme, Agama dan Sosial Demokrat” sesuai anasir- anasir yang diambil dari Bapak-bapak Perintis Bangsa, Pembangun Nasionalisme Awal, “Bung Karno dan Founding Fathers”, Gus Dur dkk.
Semoga Satrio Piningit/ Ratu Adil/ Cah Angon selalu membimbing bangsa Nusantara Indonesia ini untuk memasuki Rumah NKRI, setelah diantar ke pintu gerbangnya oleh “Bung Karno dan Founding Fathers”.
*)Kerabat Pimpinan Spiritual Nusantara