probolinggo.harianjatim.com – Rendahnya tingkat literasi masyarakat tentang wakaf telah menjadi perhatian forum Waqf Goes to Pesantren (WGTP), sebagaimana isu tersebut telah diupayakan jalan keluarnya melalui beberapa program yang telah diinisiasi oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan badan lain yang bergerak di bidang filantropi.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Divisi Humas, Sosialisasi, dan Literasi Wakaf BWI Agus Priyatno dalam pertemuan Waqf Goes to Pesantren (WGTP) yang pertama di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo pada, Rabu (16/10/24).
Dalam sambutannya, Agus Priyatno juga menyampaikan latar belakang mengapa pihaknya memilih pesantren sebagai salah satu sasaran objek program peningkatan literasi wakaf.
“Indonesia ada 43.000 pesantren dan 22% nya di Jawa Timur, jadi kira-kira 13.000 pesantren di Jawa Timur. Ternyata, potensi pesantren yang sedemikian besar itu belum terkelola dengan baik, terutama pada potensi wakaf-wakafnya,” ujarnya.
Menurutnya, BWI telah menyediakan instrumen pendukung berupa wakaf uang melalui aplikasi digital guna menyongsong kesuksesan program tersebut.
“Beberapa inisiatif telah dilakukan, salah satunya instrumen wakaf uang. Melalui teknologi digital, masyarakat bisa terlibat dalam kegiatan wakaf internasional dan bisa mendorong potensi lembaga-lembaga pendidikan ataupun ekonomi Islam dengan tidak terbatas oleh tempat,” imbuhnya.
Di samping itu, Sekretaris BWI Anas Nasikhin menyampaikan bahwa Pondok Pesantren Nurul Jadid merupakan pesantren pencetus awal dalam menyemarakkan gerakan Indonesia berwakaf masuk pesantren.
“Alhamdulillah Nurul Jadid, sebagaimana namanya “Cahaya Baru”, hari ini kita melalui sebuah kebaruan, yakni sebagai pesantren penggerak wakaf di Indonesia,” ungkapnya.
Dalam sejarahnya, lanjut Anas, Pondok Pesantren Nurul Jadid telah aktif dalam peran kemasyarakatan pesantren sejak dulu, yaitu terlibat dalam pembentukan Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat.
“Peran kemasyarakatan pesantren pernah dicetuskan oleh 4 pesantren besar di negeri ini, di antaranya Pesantren Cipasung, Matholiul Falah Pati, Nurul Jadid, dan Annuqayah Sumenep,” imbuhnya.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua BWI H. Kamaruddin Amin mengajak setiap elemen untuk terus mengambil langkah bersama secara cepat dalam menyukseskan program wakaf ini.
“Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2024-2029, pembangunan agama yang telah kami diskusikan dalam RPJMN, menjadikan keuangan sosial atau zakat wakaf sebagai salah satu program prioritas,” terangnya.
Target itu, menurut Ketua BWI dimulai dari pesantren dengan melakukan pembentukan karakter santri agar menjadikan wakaf sebagai gaya hidup berderma, keinginan membantu yang lemah dan membutuhkan.
“Tantangan kita, cita cita kami semuanya, suatu saat gaya hidup berwakaf ini menjadi gaya hidup anak-anak muda. Hal itu kami mulai dari pondok pesantren. Berwakaf ini bukan persoalan mampu atau tidak mampu, akan tetapi ini persoalan tahu atau tidak tahu, persoalan ada fasilitas atau tidak ada fasilitas untuk melakukannya, persoalan literasi,” jelasnya.
Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Abdul Hamid Wahid setuju untuk mendukung akselerasi perkembangan wakaf sebagai salah satu kontribusi atau pilar pengembangan ekonomi masyarakat di Indonesia.
“Alhamdulillah pesantren dalam hal ini telah mendorong gerakan wakaf, kami mempunyai unit kerja Laziskaf yang sudah memulai gerakan wakaf ini kepada masyarakat. Kami merasa kegiatan ini sangat penting, Nurul Jadid siap menjadi bagian dari gerakan Indonesia berwakaf,” terang Kiai Hamid.
Pertemuan WGTP pertama pada hari ini menjadi dasar koordinasi erat yang diperlukan di masa depan untuk menentukan cara terbaik dalam menghadapi tantangan gerakan Indonesia berwakaf.
Reporter: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika