SURABAYA – harianjatim.com. Legislator menyoroti penggunaan “Corporate Social Responsibility” (CSR) atau bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat yang diberikan kepada Pemerintah Kota Surabaya dalam bentuk pembangunan fasilitas publik.
Sekretaris Pansus Raperda CSR DPRD Surabaya Rio Pattiselanno, di Surabaya, Rabu, mengatakan Pemkot Surabaya tidak boleh menerima CSR apalagi meminta ke perusahaan sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2011 Provinsi Jawa Timur tentang CSR.
“Dari hasil konsultasi dengan Pemprov Jatim, diperoleh keterangan bahwa Pemkot hanya mensinkronkan CSR dan tidak boleh meminta CSR,” katanya.
Menurut dia, perusahan boleh memberikan CSR dalam bentuk membangun fasilitas untuk kepentingan umum, namun Pemkot Surabaya tidak boleh yang pertama memulai, melainkan inisiatif dari perusahaan tersebut.
Selain itu, lanjut dia, Pemkot juga tidak boleh terima uang dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya yang nangani CSR harus Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) bukan Bagian Kerja Sama..
Legislator asal Partai Gerindra ini menegaskan selama ini banyak fasilitas publik dan infrastruktur yang berasal dari dana CSR. Untuk itu, pansus berencana meminta klarifikasi kepada Pemkot Surabaya soal penggunaan CSR.
“Kami sudah undang Pemkot, rencana akan kami undang lagi. Dari hasil pertemuan dengan pemkot, mereka bingung ketika kami tanyakan soal CSR karena yang menangani CSR selama ini Bagian Kerja Sama,” ujarnya.
Namun demikian, Rio belum bisa memastikan, apakah pembangunan di Kota Surabaya yang menggunakan dana CSR yang selama ini merupakan pelanggaran atau tidak.
“Kami masih belum bisa bicara, karena kami hanya terima sepihak dari pemprov. Nanti setelah kami konsultasi ke Jakarta, kami baru bisa klarifikasi,” katanya.
Alasan yang paling logis, lanjut dia, pemerintah tidak boleh menerima CSR dari perusahaan karena setiap pembangunan sudah memiliki anggaran dana yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Dana yang sudah dinggarkan tersebut, lanjut dia, harus terserap semaksimal mungkin agar tidak ada Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) dalam APBD. “Silpa Pemkot Surabaya itu Rp2,1 triliun. Angka ini cukup besar, padahal kota-kota lain tidak sebesar itu,” ujarnya.
Anggota pansus Raperda CSR DPRD Surabaya Ahmad Zakaria menambahkan, idealnya CSR untuk masyarakat, bukan untuk pemerintah meski dana CSR itu dipakai untuk pembangunan fasilitas publik.
“Jangan sampai habis, seharusnya untuk masyarakat malah untuk pemerintah,” katanya.
Menurut dia, Pemerintah Provinsi Jatim selama ini sudah membuat forum yang mengatur soal CSR. Sebab, berdasarkan Perda 4/2011, hanya masyarakat yang boleh mengajukan CSR kepada perusahaan.
“Jadi masyarakat yang meminta CSR, dan masyarakat yang menerima. Forum itu sudah berjalan tujuh tahun, dan pemkot tidak mungkin tidak tahu,” katanya.
Kabag Hukum Pemkot Surabaya Ira Tursilawati sebelumnya mengaku akan menampung seluruh aspirasi dari anggota Komisi B DPRD Surabaya terkait bentuk CSR yang perlu dilakukan oleh semua perusahaan.
“Ini kan masih tahap pandangan umum. Jadi masih awal ini. Apalagi ini kan Raperda Inisiatif dari DPRD sendiri. Jadi pembahasan masih akan berlanjut,” ujarnya. (ant/maz)