Dalam treatment selanjutnya, di mana nama Erick dimasukkan sebagai calon presiden Golkar, suara partai ini juga tidak mengalami perubahan. Dalam variabel kontrol, Golkar mendapatkan 11 persen suara. Ketika disebut nama Erick sebagai calon presiden, suara Golkar tetap sama, 11 persen. Partai-partai lain seperti PDIP dan Gerindra juga relative sama.
Ini, menurut Saiful, logis karena Erick bukan kader partai. Dia tidak punya gerbong yang bisa dibawa. Erick adalah pendatang baru dalam politik. Dia tidak memiliki efek untuk memperbesar Golkar jika diusung menjadi calon presiden.
Berbeda dengan Ganjar yang sudah sangat lama di PDIP. Dia juga gubernur Jawa Tengah yang merupakan kantong PDIP. Ganjar bahkan dua kali terpilih sebagai gubernur di provinsi tersebut. Karena itu wajar kalau Ganjar pindah, maka ada pengikutnya yang besar.
Saiful menyimpulkan bahwa yang bisa membantu peningkatan suara Golkar adalah Ganjar Pranowo. Namun pencalonan Ganjar oleh Golkar bisa mengubah peta kekuatan partai politik Indonesia.
“Karena itu, diskusi antara Golkar dan PDIP di sini menjadi sangat penting,” pungkasnya.
Survei ini dalam format wawancara tatap muka pada 3 – 9 Oktober 2022. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. Response rate sebesar 1027 atau 84%. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling). Metode eksperimental untuk menguji efek pencalonan presiden terhadap elektabilitas partai dilakukan dengan membagi responden secara acak ke dalam empat kelompok (kontrol, treatmen 1, treatment 2 dan treatmen 3), dan setiap responden mendapat satu pertanyaan sesuai kelompoknya.
Video utuh pemaparan Prof. Saiful Mujani bisa disimak di sini: