Reporter: harianjatim
Surabaya-harianjatim.com. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berupaya menekan penyebaran kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) di Kota Pahlawan. Apalagi, Kota Surabaya yang merupakan kota metropolitan, menjadi kota rujukan pengobatan pasien HIV.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan bahwa hal ini hampir sama dengan angka kasus COVID-19, dimana banyak masyarakat di luar Kota Surabaya yang tidak melakukan pengobatan di Kota Pahlawan. Sebab, diminta tidak bisa membatasi pasien ber-KTP Surabaya dan non KTP Surabaya.
“Sama seperti HIV ini, kita memang sudah dipisahkan antara wong (orang) Surabaya dan non Surabaya, tapi kita tidak bisa membatasi, ini kan negara Indonesia. Makanya kita hanya bisa menahan, ketika ada yang masuk ke Surabaya (untuk) berobat karena Surabaya adalah rujukan tempat orang berobat, otomatis orang akan jadi banyak. Tinggalnya disini, berobatnya disini,” jelas Wali Kota Eri Cahyadi, Sabtu, kemarin
Pemkot Surabaya melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya turut mengadakan berbagai kegiatan sebagai upaya pencegahan kasus HIV di lingkungan remaja. Seperti, menjadi pengajar dalam kegiatan Sinau Bareng di Balai RW.
“Ngajar bareng, pemuda lintas agama, pemuda lintas suku sebenarnya ini untuk mengidentifikasi semua ini. Dengan kegiatan positif itulah maka kita akan terhindar dari perbuatan perbuatan yang dilarang agama, seperti tawuran, mendem (mabuk), LGBT, dan lainnya. Pasti perbuatan yang melanggar agama ada dampaknya, berarti apa? Kita kembalikan lagi pada kekuatan agamanya, apapun itu,” ujar dia.
Lebih lanjut mengenai proses pengobatan pasien penderita HIV, layanan pengobatan gratis yang diberikan di puskesmas dan rumah sakit. Apalagi, semakin bagus pelayanan di Kota Surabaya, maka akan semakin banyak pasien luar Surabaya yang datang untuk berobat.
“Uwes kuabeh (sudah semua), semua Puskesmas dan rumah sakit onok (ada). Kok nambah terus? nambah e teko njobo (nambahnya dari luar) Suroboyo. Tapi kan nggak boleh kita nolak, kota besar pasti akan terus didatangi. Dan memang pengobatan di Surabaya dan terutama di RSUD Soetomo ini bagus, sehingga banyak orang yang berobat di Surabaya,” terang dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina mengatakan, permintaan mendesak menekan angka kasus HIV dengan melakukan skrining dini pada kelompok berisiko (WPS, LSL, Waria, IDU) dan kelompok rentan (ibu hamil, masyarakat termasuk pelajar SMP dan SMA ).
“Pemberian pengobatan ARV untuk memutus mata rantai penularan HIV dan pemberian Pre Exposure Profilaksis (PrEP), serta pendidikan kesehatan reproduksi pada calon pengantin,” kata Nanik.
Oleh karena itu, Dinkes Surabaya juga mengadakan sosialisasi kepada remaja di Kota Pahlawan sebagai upaya pencegahan sejak dini. “Yakni, memberikan sosialisasi sosialisasi atau kampanye mengenai HIV dan AIDS bertajuk “Aku Bangga Aku Tahu Tentang HIV” pada pelajar di SMP dan SMA di Kota Surabaya. Kemudian edukasi melalui Saka Bhakti Husada dan kelompok dampingan remaja,” ujar dia.
Nanik menerangkan, pada tahun 2022, penemuan kasus HIV di Kota Surabaya sebesar 663 kasus. Penyebab terjadinya penularan HIV antara lain adalah perilaku seks sesama jenis (homoseksual) sebesar 44,04 persen. perilaku seks berbeda jenis (heteroseksual) sebanyak 53,85 persen, dan perilaku berbagi jarum suntik tidak steril pada pengguna obat suntik (penasun) sebanyak 2,11 persen.
“Penemuan Kasus HIV terbanyak di wilayah Kecamatan Wonokromo, Sawahan, Tegalsari, Tambakasri, dan Krembangan. Kasus HIV paling banyak ditemukan pada laki – laki sebesar 80,09 persen. Usia paling banyak adalah rentang usia 25-49 tahun,” jelas dia.
Baca Juga : Pemkot Surabaya Pasang Ribuan CCTV hingga Pojok Kampung
Sumber: Surabaya.go.id