Rektor UNUJA Berpesan: Memupuk Kebersamaan Itu Membangun Peradaban

  • Bagikan

Reporter: Ahmad Zainul Khofi

Jember.HarianJatim.com – Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid sekaligus Rektor Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo KH. Abdul Hamid Wahid menghadiri kegiatan Pembantu Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid (P4NJ) Jember di Bangsalsari, Ahad (8/10).

Kehadirannya untuk memberikan sambutan dan didapuk sebagai penceramah agama dalam kegiatan rutin P4NJ Jember tersebut.

Dalam pemaparannya, Kyai Hamid—begitu panggilan akrabnya—menjelaskan pentingnya kebersamaan di kalangan alumni Nurul Jadid untuk membangun kekuatan dan sinergitas dalam mewujudkan program yang ideal.

“Kebersamaan itu penting,” ujarnya.

banner 336x280 banner 336x280

Ia menambahkan, bahwa ada manfaat dari barokah silaturahim. Karena sebagaimana yang termaktub, manfaat silaturahim itu dua: pertama, panjang umur. Kedua?, murah rezeki. Dengan adanya silaturahim ini menguatkan ukhuwah (persaudaraan) kita, baik ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama muslim, ukhuwah insaniyah atau basyariyah (persaudaraan sesama manusia) maupun ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga negara).

Ukhuwah islamiyah ini merupakan agenda terdekat kita,” jelasnya, kemudian beliau mengutip salah satu ungkapan hikmah Al-Hikam, Rasulullah Saw sendiri bermu’asyarah (bergaul) dengan siapa saja. Rasulullah bermuamalah (berinteraksi) dan bermu’asyarah dengan baik.

Beliau mengutip sebuah hadits bahwa Nabi setiap pagi memberi makan orang buta Yahudi di pasar. Kemudian setelah nabi meninggal, hal itu diteruskan oleh Abu Bakar.

“Artinya, bermuamalah dan bermu’asyarah ini mendapatkan tempat dalam Islam yang terwujud dalam piagam Madinah,” tuturnya.

Dalam konteks ke-Indonesia-an, lanjutnya, inilah yang oleh KH Ma’ruf Amin dijelaskan sebagai kesepakatan-kesepatan dalam Pancasila.

“Panca kesadaran dan trilogi santri menempati posisi itu: kita sebagai makhluk multidimensi-individual, sosial, dan seterusnya,” jelasnya, “panca kesadaran dan trilogi santri merupakan proses perjalanan dimana ujungnya adalah husnul adab ma’Allah wa ma’al khalq, yakni beradab baik dengan Allah dan sesama makhluk.”

Menurut mantan anggota DPR RI itu, santri harus punya adaptasi yang tinggi. “Santri adalah khalifah yang dapat melakukan transformasi sosial. Santri bisa melakukan transformasi sosial dari keluarga, dan pada masyarakat.

Sebab, agenda silaturahim yang dilakukan P4NJ ini harus bermuara pada kebermanfaatan umat. Karena menurutnya, ilmu perspektif agama itu adalah untuk kemanfaatan, dengan kebersamaan ini kita bisa merubah masyarakat. Kyai Hamid kemudian menyebut Ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah tidak akan merubah suatu kaum sampai kaum itu merubah keadaannya.

“Perubahan kolektif ini harus disertai dengan kesadaran kolektif,” tekannya.

Menurut penjelasan Kyai Hamid, zaman sekarang perubahan begitu cepat, revolusi industri. Revolusi itu artinya perubahan cepat, misalnya artificial intelligence (kecerdasan buatan). Karena itu, Nabi mengatakan bahwa kita harus mendidik anak sesuai zamannya yang berbeda dengan zaman kita.

“Hal yang harus kita didik kepada anak kita adalah mentalitas dan kompetensi dasar. Kekenyalan dan keterampilan hidup serta adaptasi yang tinggi, itulah yang membuat survive di masa mendatang,” tegasnya.

Karena itu, pengokohan pendidikan penting kita dorong. Kyai Hamid kemudian menyitir ayat yang menjelaskan tentang tafaqquh fid din. Menurut Kyai Hamid, di era globalisasi, utamanya yang bersinggungan dengan bidang ekonomi dan perdagangan bebas, maka yang menentukan adalah siapa yang menjadi pemain, dan siapa yang menjadi penonton. Menyorot hal tersebut, Kyai Hamid mengutip keterangan yang memprediksi bahwa kelak nasib agama kemungkinan akan tergantung dengan uang.

“Rasulullah tampil perdana di alam material ini sebagai pedagang sehingga beliau mendapat julukan al-amin. Harta adalah pelayan, alat perjuangan. Bukan tuan. Kita mengejar giat ekonomi bisnis,” paparnya.

Kyai Hamid kemudian menjelaskan program dan visi Indonesia Emas 2045 nanti yang bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Bahwa bandul peradaban akan berubah dari Barat ke Timur. Menurut Pticewaterhouse Cooper, ada empat urutan pemenang ekonomi dunia tahun 2040-an. Yaitu China, Amerika, India dan Indonesia.

“Kita harus mengambil peran di sana, bukan sebagai penonton atau korban,” pungkasnya.

Karena itu, aspek ekonomi perlu kita perhatikan. Karena belajar dari krisis di sebuah negeri, yang bertahan adalah UMKM.

“Kita harus bergerak di wilayah ekonomi, kesehatan dan koperasi,” tambahnya.

Kyai Hamid kemudian menjelaskan, kyai-kyai dulu melakukan transformasi sosial. Kyai Zaini saat di Paiton membawa bibit unggul. Karena itu, kebersamaan ini harus kita pupuk: menyamakan visi, ritme dan gelombang sehingga menghasilkan efektifitas dan produktifitas.

Editor: Ponirin Mika

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 336x280
Verified by MonsterInsights