Reporter: harianjatim
Surabaya-harianjatim.com. Menurunnya kinerja demokrasi dari demokrasi yang hampir terkonsolidasi sebelum Presiden Jokowi memimpin menjadi otokrat atau otoritarianisme telah terjadi, terutama pada lima tahun terakhir Indonesia di bawah kepemimpinannya. Demikianlah rangkuman program ’Bedah Politik bersama Prof. Saiful Mujani’ di kanal YouTube SMRC TV yang tayang pada Selasa, 15 Oktober 2024, tentang 10 tahun kondisi demokrasi Indonesia di bawah Presiden Jokowi.
Prof. Saiful menjelaskan bahwa otokratisasi atau proses Indonesia menjadi negara otokrat atau otoritarian ini ditunjukan oleh penilaian ahli Indonesia yang dihimpun V-Dem tentang memburuknya indeks demokrasi elektoral, pengawasan pemerintah, kesetaraan tiap warga di muka hukum, dan perlindungan terhadap minoritas. Pada 2004, dalam skala 0 – 1, di mana 0 sangat buruk dan 1 sangat baik, indeks demokrasi elektoral Indonesia menurut V-Dem ada di angka 0,7. Angka ini relatif stabil di masa pemerintahan Susilo Bambang-Yudhoyono di mana pada 2014, skor demokrasi elektoral Indonesia ada di angka 0,67. Angka kemudian menurun di sepanjang pemerintahan Joko Widodo: 0,6 di 2019 dan 0,54 pada 2023. Pada komponen liberal, skor Indonesia bergerak dari 0,53 di 2004, 0,52 pada 2014, menurun menjadi 0,46 pada 2019, dan terus merosot menjadi 0,36 pada 2024.
“Kesimpulannya adalah sedang terjadi kemerosotan demokrasi selama pemerintahan Joko Widodo. Atau dalam bahasa V-Dem, Indonesia sedang mengalami otokratisasi,” ungkap Saiful dalam keterangan tertulis yang diterima media ini di Surabaya.
Saiful melanjutkan, otokratisasi menurut ahli ini konsisten dengan persepsi publik nasional secara umum atas sejumlah indikator otokrasi atau otoritarianisme versus demokrasi. Dalam 10 tahun pemerintahan Jokowi (2014-2024), tingkat ketakutan bicara politik meningkat dari 22% menjadi 51%, ketakutan atas kesewenang-wenangan aparat penegak hukum naik dari 32% menjadi 51%, ketakutan ikut organisasi naik dari 14% ke 28%, ketakutan menjalankan agama naik dari 7% ke 21%, dan persepsi atas pelanggaran konstitusi dan undang-undang oleh pemerintah melonjak dari 40% ke 52%.
Lebih jauh Saiful menunjukkan bahwa otokratisasi atau proses menuju keadaan Indonesia yang otokratik atau otoritarian ini dirasakan terutama oleh warga yang berpendidikan SLTP ke atas. Ada 51 persen warga yang berpendidikan perguruan tinggi yang menyatakan selalu atau sangat sering sekarang masyarakat takut bicara soal politik, sementara hanya 43 persen warga berpendidikan SD yang menyatakan demikian. Dari kelompok berpendidikan perguruan tinggi yang merasa sekarang pemerintah selalu atau sering mengabaikan konstitusi atau perundang-undangan 58 persen, dari kalangan lulusan SD 40 persen. Sebanyak 53 persen warga dari lulusan perguruan tinggi yang menyatakan sekarang warga selalu atau sering takut karena penangkapan semena-mena aparat hukum, dari kelompok lulusan SD hanya 46 persen. Sementara untuk pertanyaan tentang ikut organisasi dan melaksanakan ajaran agama, tidak terlihat perbedaan respons yang mencolok dari tingkat pendidikan yang berbeda.
Penilaian atas kondisi demokrasi yang disampaikan Prof. Saiful Mujani berasal dari hasil survei nasional 10 tahun terakhir yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Survei terakhir dilaksanakan 4-11 Oktober 2024. Metode survei ini adalah multistage random sampling dengan jumlah sampel valid 994, dengan margin of error plus-minus 3,2% pada tingkat kepercayaan 95%. Wawancara dilakukan lewat tatap muka oleh pewawancara terlatih dengan responden.
Video utuh presentasi Prof. Saiful bisa disimak di sini:
Simak berita terbaru dan kabar terbaru melalui Google News harianjatim.com. atau download App HarianjatimCom.
(red)