Krisis Mental Health Pada Generasi Muda

  • Bagikan
Ist

Oleh: Lucy Oktavia Ramadhani*


Beberapa pekan lalu, publik digemparkan dengan beberapa kabar yang cukup mengkhawatirkan. Banyak laporan kematian akibat kasus bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa remaja di Indonesia. Contohnya seperti remaja yang bunuh diri dengan cara lompat dari jembatan, mahasiswa yang bunuh diri karena masalah keluarga, masalah cinta ataupun stress akibat tugas akhir.

banner 336x280 banner 336x280

Meningkatnya kasus bunuh diri di masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, memerlukan perhatian khusus. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, bunuh diri adalah penyebab utama kematian di kalangan anak muda berusia antara 15 dan 29 tahun di seluruh dunia pada tahun 2019. Sekitar 800.000 orang meninggal disebabkan kasus bunuh diri setiap tahunnya. Bunuh diri tampaknya menjadi tren yang dominan, terutama di negara-negara maju. Penyakit mental ini telah dilaporkan sebagai faktor terpenting di balik terjadinya kasus bunuh diri. Gangguan jiwa ini tidak mengenal kasta sosial, kaya atau miskin, tua atau muda, dan siapa saja bisa menderita stress dan depresi.

Berdasarkan UU Kesehatan Jiwa no. 18 Tahun 2014, mengatur bahwa kondisi fisik, mental, spiritual, dan sosial seseorang dapat dikembangkan sehingga mereka menyadari kemampuan terhadap dirinya, dapat mengurangi segala macam stres dan dapat melakukan hubungan sosial yang produktif dan kemampuan untuk berkontribusi kepada masyarakat. Dalam hal ini, kesehatan mental seseorang mempengaruhi fisik dan produktivitasnya. Laporan Survei Kesehatan Mental Remaja Nasional Indonesia (I-NAMHS) menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia berusia 10-17 tahun mengalami masalah kesehatan mental.

Dalam 12 bulan terakhir ini 1 dari 20 generasi muda Indonesia memiliki riwayat gangguan jiwa. Pasalnya jumlah tersebut setara dengan 15,5 juta dam 2,45 juta anak muda, menurut analisis yang dilansir melalui laman Universitas Gadjah Mada (UGM). Anak muda dalam kelompok ini adalah mereka yang didiagnosis menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Jiwa (DSM-5) edisi kelima Manual Diagnostik Gangguan Jiwa Indonesia. “Anak muda dengan gangguan jiwa mengalami gangguan dan masalah dalam kesehariannya akibat gejala gangguan jiwa tersebut,” ujar Siswanto Agus Villopo, Peneliti Senior, I-NAMHS Jabodetabek, (Kamis, 20 Oktober 2022). Gangguan pada orang dewasa adalah gangguan kecemasan dengan 3,7%, yang merupakan kombinasi dari fobia sosial dan gangguan kecemasan umum. Lalu terdapat gangguan depresi mayor dengan jumlah 1,0% dan terakhir ada gangguan perilaku sebesar 0,9%.

Ada juga post-traumatic stress disorder (PTSD) dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), keduanya dengan skor 0,5%. Perlu diketahui bahwasannya saat ini hampir 20% dari total penduduk Indonesia itu berusia 10 sampai 19 tahun, yang menyebabkan timbulnya kekhawatiran tersendiri. Siswanto menemukan bahwa hanya 2,6 persen remaja dengan masalah kesehatan mental yang menggunakan layanan atau terapi kesehatan mental untuk mengatasi masalah emosi dan perilaku yang timbul dalam 12 bulan belakangan ini. Semua data di luar sana membuat kita merasa prihatin. Kesehatan mental banyak anak muda dipertaruhkan. Pada tingkat kematangan emosi yang paling rendah, mereka frustasi dan realistis terhadap dinamika kehidupan.

Dengan kondisi seperti ini, sulit bagi generasi muda untuk menjadi harapan di masa depan. Alih-alih menyelesaikan masalah hidup mereka secara pribadi, mereka dengan gegabah memutuskan untuk bunuh diri sebagai solusi dari semua permasalahannya. Para pemuda saat ini hidup di era kapitalisme, di mana sekularisme berlaku atas nama kebebasan. Gaya hidup hedonistik yang dianut oleh berbagai jejaring sosial membuat kekayaan semakin menjadi ukuran kebahagiaan.

Mereka akan mengikuti berbagai lomba dengan segudang ide dan berusaha mendapatkan materi dengan mudah dan cepat, semua itu didukung oleh kemajuan teknologi. Dampak kemajuan teknologi digital sangat besar. Dari radiasi yang cukup membahayakann hingga menyakiti diri sendiri, penumpukan streslah yang menciptakan dorongan untuk menyakiti diri sendiri. Menyakiti diri sendiri atau self-injury, non-suicidal self-injury (NSDI) dapat dimulai dengan ringan dan berkembang menjadi bunuh diri saat stres meningkat. Para pemuda menjadi Generasi Strawberry, generasi yang kreatif namun lemah dan tertekan.

Tak perlu dikatakan banyak dari mereka memikul beban generasi sandwich, menanggung kehidupan tiga generasi: orang tua mereka, diri mereka sendiri dan anak-anak mereka kelak. Beban keuangan yang berat juga dapat menyebabkan stres dan depresi. Akan tetapi, depresi dapat dicegah dengan penanganan stress. Penanganan stres yang dilakukan setiap orang berbeda- beda.

Beberapa orang menangani stres dengan melakukan aktivitas yang mereka sukai. Misalnya, dengan hobi yang mereka minati atau kegiatan rekreasi, dengan beralih ke konteks agama atau spiritual, atau dengan meminta orang lain untuk menghilangkan stres. Memiliki keberanian untuk membuka diri terhadap orang lain dan mencari kesembuhan, terlepas dari prasangka masyarakat, itu adalah langkah yang benar.

Banyak aplikasi dan platform yang memberikan penawaran layanan konsultasi secara gratis di era digital saat ini. Rumah sakit dan puskesmas juga memberikan layanan terapi dan konsultasi gratis dan berbayar dengan harga yang terjangkau. Akan tetapi, faktanya masih banyak yang belum melek atas kesadaran akan pentingnya kesehatan jiwa. Sebagai contoh, tingkat borgol dari pasien cacat mental, sebesar 14% dari mereka diborgol sebelum meninggal dan 31,5% masih diborgol selama tiga bulan terakhir ini.

Selain itu, 91% penderita gangguan jiwa di Indonesia tidak mendapatkan pengobatan yang memadai, dan hanya 9% yang melanjutkan pengobatan. Jika kasus ini tidak dikelola dengan baik, maka hal tersebut menandakan kurangnya pelayanan kesehatan jiwa dan pemahaman tentang kesehatan jiwa. Minusnya masyarakat cenderung menatap negatif orang dengan riwayat gangguan kejiwaan.

Depresi adalah gangguan kejiwaan yang paling umum, tetapi gejala gangguan kejiwaan seperti depresi juga sebagian besar tidak diketahui. Akibatnya, orang dengan masalah kesehatan mental kurang mau mencari pengobatan dan sering menderita stigma sosial. Masyarakat perlu lebih terbuka dan peka terhadap gangguan jiwa di sekitar kita. Masyarakat dapat mendengarkan orang-orang yang menderita depresi dan stres serta meringankan beban psikologis mereka.

Dengan menjaga kesehatan mental dengan baik dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik, menjalin hubungan sosial yang sehat, serta meraih kualitas hidup yang baik seperti yang diinginkan sebelumnya. Quotes dari Robert Foster Bennett berpesan bahwa, “Keinginan untuk bertanggung jawab atas hidup kita sendiri, kebutuhan untuk mengontrol, lahir dalam diri kita masing-masing. Sangat penting untuk kesehatan mental kita dan kesuksesan kita, bahwa kita mengambil kendali.”

*) Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Jurusan Manajemen.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 336x280
Verified by MonsterInsights